Rabu, 30 November 2016

Pentingnya Pelatihan dan Bimbingan untuk Guru dalam Mengimplementasikan Kurikulum 2013



Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berlaku di sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum ini merupakan kurikulum tetap atau penyempurnaan dari KTSP yang di terapkan oleh pemerintah untuk menggantikan kurikulum yang sebelumnya yaitu kurikulum 2006 atau yang sering disebut dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang telah berlangsung kurang lebih selama 6 tahun lamanya. Kurikulum 2013 ini sering disebut juga dengan Pendidikan Berbasis Karakter. Sistem penyempurnaannya terdiri dari penyederhanaan, tematik-integratif, dan penambahan jam pelajaran. Penambahan dasarnya adalah pengurangan mata pelajaran di SD, SMP, serta dihilangkannya sistem penjurusan di jenjang SMA. Penghilangan penjurusan pada tingkat SMA ini untuk menghilangkan anggapan bahwa jurusan IPA itu hanya untuk siswa yang pintar saja, sedangkan jurusan IPS hanya untuk siswa yang bodoh dan bandel. Dengan adanya K-13 ini, diharapkan siswa dapat mampu bertanya, mengobservasi, menalar, dan mempresentasikan apa yang telah ia pelajari. Karena tujuan dari K-13 ini adalah untuk membuat siswa menjadi kreatif, inovatif, dan lebih produktif dalam belajar. Pada masa percobaannya di tahun 2013, kurikulum 2013 telah menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah rintisan.
Kegiatan pembelajaran dalam Kurikulum 2013 ini diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta didik agar mereka dapat memiliki kompetensi yang diharapkan melalui upaya menumbuhkan serta mengembangkan; sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kualitas lain yang dikembangkan kurikulum dan harus terealisasikan dalam proses pembelajaran, antara lain kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi dan kecakapan hidup peserta didik agar dapat membentuk watak serta meningkatkan martabat bangsa.
Di dalam pembelajaran K-13, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan zaman tempat dan waktu ia hidup. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras untuk mewujudkan ide-idenya.
Dalam pengembangan Kurikulum 2013, kurikulum ini memiliki 5 karakteristik. Karakteristik dari Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:
  1. Belajar Tuntas. Belajar tuntas yaitu peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya sebelum mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan prosedur yang benar. Peserta didik harus mendapat bantuan yang tepat dan diberi waktu sesuai dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kompetensi yang ditentukan. Peserta didik yang belajarnya lambat perlu diberi waktu lebih lama dengan materi yang sama dibandingkan dengan peserta didik pada umumnya.
  2. Penilaian Otentik. Penilaian autentik dikelompokkan menjadi 4, yaitu, memandang penilaian dan pembelajaran merupakan hal yang saling berkaitan; mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah; menggunakan berbagai cara dan kriteria penilaian; holistic (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan dan sikap); penilaian autentik tidak hanya mengukur hal yang diketahui oleh peserta didik, tetapi lebih menkankan mengukur hal yang dapat dilakukan oleh peserta didik. 
  3. Penilaian Berkesinambungan. Penilaian yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan selama pembelajaran berlangsung. Untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses dan berbagai jenis ulangan serta berkelanjutan. Contohnya seperti ulangan harian, ulangan semester dan ulangan akhir semester. 
  4. Menggunakan Tekhnik Penilaian yang Bervariasi. Tekhnik penilaian yang dipilih dapat berupa tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, proyek, pengamatan dan penilaian diri.
  5. Berdasarkan Acuan Kriteria. Penilaian harus didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Kemampuan peserta didik tidak dbandingkan terhadap kelompoknya, tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapakan, misalnya ketuntasan belajar minimal (KKM).
            Tetapi apakah setiap sekolah di seluruh Indonesia sudah mengimplementasikan K-13 dengan semestinya, merata dan sesuai dengan kriteria?
Pendidikan di Indonesia memiliki sistem kurikulum yang cukup baik. Akan tetapi pelaksanaan Kurikulum 2013 dilapangan masih jauh dari ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dengan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia karena faktor ketertinggalan pendidikan di negeri ini. Terutama di pendidikan formal, dengan adanya masalah efektifitas, efisiensi dan standarisasi dalam pengajaran dan pembelajaran kurikulum 2013 membuat penerapan atau implementasi kurikulum 2013 dalam bidang pendidikan mempunyai banyak kendala. Diantaranya masalah-masalah utama tersebut antara lain :
  1. Rendahnya kualitas guru. Rendahnya kualitas guru menjadi faktor utama dalam permasalahan dalam mengembangkan kurikulum 2013 di sekolah. Karena pada dasarnya, kualitas guru sangatlah berpengaruh terhadap implementasi Kurikulum 2013. Salah satu kesalahan yang memicu rendahnya kualitas guru yaitu, guru dipaksa menguasai bidang lain, seperti menguasai mata pelajaran yang tidak dikuasai oleh guru tersebut atau yang tidak sesuai dengan bidangnya. Lalu guru-guru tersebut tidak mengikuti pelatihan untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 yang diadakan oleh sekolah masing-masing atau yang diadakan diluar sekolah. Jika kualitas gurunya “jelek” bagaimana bisa sekolah-sekolah yang sudah menggunakan kurikulum 2013 dapat mengimplementasikan kurikulum tersebut dengan baik.
  2. Rendahnya sarana dan prasarana. Tidak semua sekolah di Indonesia memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang penerapan kurikulum 2013 di sekolah-sekolah tersebut. Misalnya, karena faktor geografis yang menyulitkan jaringan internet menjangkau daerah terpencil, atau letak sekolah yang terisolir dan jauh dari pusat kota menyulitkan mengirimkan media pembelajaran dan prasarana lainnya untuk sampai disekolah tersebut. Lalu tidak semua guru yang berada di sekolah pedalaman bisa menggunakan sarana seperti komputer, infokus, dan sarana lainnya. 
  3. Banyaknya materi pembelajaran siswa. Banyaknya materi yang diajarkan pada siswa dan waktu yang lebih lama untuk belajar disekolah membuat siswa kesulitan menyerap pelajaran karena tingkat kesulitan yang tinggi dan faktor kelelahan. Karena semakin siswa diberi materi yang cukup banyak hal ini bisa memicu siswa jadi malas untuk belajar. 
  4. Metode pembelajaran. Karena pembelajarannya lebih ditekankan pada praktek untuk mengembangkan mata pelajaran yang diberikan. Tugas guru hanya mendampingi dan tidak terjun langsung/memberikan penjelasan terlebih dahulu pada mata pelajaran yang akan dipelajari siswa. Karena hal itu membuat siswa menjadi bingung jika tidak mendapat arahan dari gurunya. Artinya, kurikulum 2013 dinilai tidak dapat mengembangkan karakter siswa. 
  5. Kesiapan guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Mengubah mindset guru itu tidaklah mudah, karena sudah berpuluh tahun guru mengajar dengan cara menulis dipapan tulis dan ceramah lalu siswa hanya mencatat apa yang guru tersebut tulis dan mendengarkan yang guru tersebut jelaskan. Kegagalan mengubah mindset guru akan menjadi sumber kegagalan implementasi Kurikulum 2013. Persoalannya adalah perubahan mindset guru tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, melainkan butuh waktu bertahun-tahun, padahal Kurikulum 2013 itu harus dilaksanakan dalam waktu secepatnya. Masalahnya adalah persoalan teknis dilatihkan dalam waktu satu minggu, tapi perubahan mindset harus dilakukan terus-menerus dengan cara mendorong guru untuk terus belajar.
Dari masalah-masalah yang telah dijabarkan diatas, saya akan mengambil bahasan salah satu masalah diatas, yaitu kesiapan guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.
Guru adalah seseorang yang berhadapan langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran sehingga memberikan pengaruh langsung terhadap keberhasilan peserta didik dalam menyelesaikan tugas pembelajaran.
Kurikulum 2013 membawa perubahan mendasar pada peran guru dalam pembelajaran. Secara administratif, pemerintah telah menyiapkan perangkat pelaksanaan pembelajaran yang tidak perlu lagi disiapkan oleh guru, tetapi guru dituntut untuk berperan secara aktif sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran, sehingga siswa akan menjadi pusat belajar. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi guru, karena tidak semua guru memiliki kompetensi tersebut. Selain itu, guru dituntut kesiapannya untuk melaksanakan kurikulum dalam waktu yang relatif singkat sementara perangkatnya belum disiapkan secara matang. Lalu guru juga dipaksa untuk menguasai bidang lain, seperti menguasai mata pelajaran yang tidak sesuai dengan bidangnya atau mata pelajaran yang tidak dikuasai oleh guru tersebut. Permasalahan lainnya dalam kurikulum 2013 yaitu tugas guru hanya mendampingi siswa saja, tidak terjun langsung/memberikan arahan kepada siswa terlebih dahulu pada mata pelajaran yang dipelajari siswa. Karena hal ini membuat siswa menjadi bingung jika tidak mendapat arahan dari gurunya. Padahar arti dari kurikulum 2013 ini adalah untuk mengembangkan karakter siswa. Jadi jika tugas guru nya hanya seperti itu bagaimana cara untuk mengembangan karakter dari siswa tersebut? Bukan persoalan yang mudah untuk mempersiapkan guru yang ideal seperti harapan kurikulum 2013 dalam waktu singkat, terutama untuk merubah mindset guru dari yang hanya bertugas untuk mengajar, sementara dalam kurikulum 2013 guru harus mampu mengarahkan siswa untuk aktif, produktif, kreatif dan berpikir kritis. Maka dari itu, pemerintah harus melakukan pelatihan dan bimbingan terhadap guru yang akan mengimplementasikan kurikulum 2013 di sekolah masing-masing.
Pemerintah menilai proses pelatihan guru telah diupayakan menggunakan model dan metode pelatihan yang sesuai. Karena itu, guru diharapkan dapat memahami model dan metode pelatihan tersebut, serta dapat mengimplementasikannya dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi Kemendikbud terhadap guru yang telah mengikuti pelatihan dan berhasil menerapkan kurikulum 2013 dalam pembelajaran, kualitas belajar, terutama dengan terjadinya perubahan suasana mengajar yang lebih aktif, kreatif, dan menyenangkan dapat ditingkatkan. Meskipun demikian, masih banyak guru yang telah diberikan pelatihan belum memahami dalam meimplementasikan kurikulum ini. Hal ini dikarenakan beberapa kekurangan dalam proses pelatihan antara lain dari sisi waktu pelatihan yang terlalu singkat, metode pelatihannya yang lebih banyak difokuskan pada ceramah, teori, dan kompetensi instruktur itu sendiri. Padahal, proses penyiapan guru melalui pelatihan harus ditekankan pada perbaikan kualitas guru, dan hal ini harus ditunjang dengan pelatihan yang berkualitas pula. Hal ini yang harus terus ditingkatkan sehingga pelatihan bukan hanya sekedar formalitas.
Usai pelatihan, guru tetap harus didampingi, dibimbing, dibina, dan tetap dalam pengawasan ketika mereka kembali ke satuan pendidikan masing-masing agar pemahaman mereka terhadap kurikulum terus berlanjut bahkan berbagi terhadap guru yang lainnya.

Implementasi Pembelajaran Tematik di SD



Pembelajaran tematik merupakan upaya untuk menyajikan dimensi-dimensi signifikan dari sebuah realitas kontekstual individu. Pembelajaran tematik akan membantu manusia untuk memiliki pandangan yang menyeluruh terhadap suatu persoalan, manusia akan mampu memisahkan dan melepaskan unsur-unsur pembentuknya dari suatu persoalan yang saling berkaitan. Dengan cara ini manusia akan mampu memahami segala bentuk realitas secara kritis dan komprehensif.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Oleh karena itu pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu. Guru perlu merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermakanaan dalam belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
Prinsip pembelajaran tematik adalah terintegrasi dengan lingkungan, bentuk belajar dirancang agar siswa menemukan tema, dan efisiensi.
Dengan dilakukannya model pembelajaran tematik ini, siswa akan menerima banyak keuntungan diantaranya sebagai berikut:
a.       Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema yang sudah dipelajari
b.      Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antarmata pelajaran dalam tema serupa
c.       Pemahaman atas materi pembelajaran lebih mendalam dan berkesan
d.      Guru dapat mengehemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan secara sekaligus dan dapat diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan atau pengayaan.
Implementasi pembelajaran tematik dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut: perencanaan, penerapan pembelajaran, dan evaluasi. Dalam tahap perencanaan pembelajaran tematik, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebaga berikut: perencanaan meliputi pemetaan KD, penentuan tema, analisis indicator, penetapan jaringan tema, penyusunan silabus, dan penyusunan RPP. Sedangkan dalam tahap penerapan pembelajaran dilakukan melalui langkah-langkah kegiatan pendahuluan, inti, dan akhir. Serta dalam tahap evaluasi atau penilaian pembelajaran tematik adalah penilaian proses dan hasil.
Implementasi pembelajaran tematik di SD dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa melalui penggunaan model-model belajar yang menarik. Dengan menggunakan model belajar yang menyisipkan pendekatan ilmiah ke dalam proses belajar juga dapat menunjang kemampuan berfikir kritis siswa.  Hal itu terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan.  Selain itu, evaluasi dalam pembelajaran tematik dapat menggunakan penilaian otentik yang menilai dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Penilaian ini tentunya membutuhkan observer atau partner guru dalam melakukan pengamatan. Dengan demikian, berarti penilaian itu dilakukan sebelum, selama, dan sesudah pembelajaran berlangsung. Refleksi terhadap kegiatan pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan juga dapat dilakukan guru untuk menunjang kegiatan pembelajaran berikutnya agar lebih baik dan menarik. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran tematik dapat efektif dilakukan dengan harapan pembelajaran dapat lebih bermakna dan tujuan pembelajaran tercapai.
Daftar Pustaka
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia
Kesuma, Dharma., dan Teguh Ibrahim. 2016. Struktur Fundamental Pedagogik. Bandung: Refika Aditama